JATENG UPDATES, Blora – Kasus tuberkolosis (TBC) Kabupaten Blora terus meningkat dalam tiga tahun terakhir. Data dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Blora menunjukkan bahwa ribuan kasus ditemukan setiap tahunnya.
Bahkan, hanya dalam dua bulan pertama tahun 2025, sudah teridentifikasi 186 kasus baru.
Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten Blora, Nur Betsia Bertawati, mengungkapkan bahwa jumlah kasus TBC terus bertambah setiap tahun.
Pada 2022, tercatat 1.269 kasus, kemudian sedikit menurun menjadi 1.229 kasus pada 2023. Namun, pada 2024 angka ini melonjak menjadi 1.439 kasus.
“Kasus yang ditemukan ini baru permukaan dari masalah yang lebih besar, ibarat fenomena gunung es. Kita masih harus lebih giat dalam upaya penemuan dan pencegahan agar rantai penularan dapat diputus,” ujar Betsia.
Meskipun angka kasus tinggi, Betsia menegaskan bahwa penemuan kasus justru menjadi langkah awal yang penting dalam upaya pengendalian.
Semakin banyak kasus yang terdeteksi, semakin cepat tindakan pengobatan bisa dilakukan untuk mencegah penularan lebih luas.
“Jika tidak ditemukan, justru penyebarannya akan semakin luas tanpa kita sadari. Oleh karena itu, kita harus bekerja sama dengan komunitas dan berbagai pihak untuk mendeteksi kasus positif lebih cepat,” tambahnya.
TBC sendiri terbagi menjadi dua jenis, yaitu TBC Sensitif Obat (SO) dan TBC Resistan Obat (RO).
Kasus TBC SO masih bisa ditangani di puskesmas maupun rumah sakit, sementara pasien dengan TBC RO membutuhkan penanganan lebih intensif di fasilitas kesehatan khusus.
“Dulu, sebelum RSUD Blora memiliki layanan TBC RO, pasien harus dirujuk ke luar daerah seperti Solo, Pati, atau Semarang. Namun, sekarang RSUD Blora sudah menjadi rumah sakit rujukan untuk penanganan TBC RO,” jelas Betsia.
Sejak 2023, RSUD Blora telah mendapatkan pengampuan dari Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Kariadi Semarang dalam pelayanan TBC RO. Kami juga telah menyiapkan ruang rawat inap khusus bagi pasien TBC RO dengan tiga tempat tidur terpisah,” ungkapnya.
Dalam rangka menekan angka penularan, Dinkes Blora terus menggiatkan program edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya deteksi dini dan pengobatan yang tuntas.
Penyakit ini menular melalui droplet atau percikan air liur saat penderita batuk atau bersin, sehingga masyarakat diimbau untuk menerapkan etika batuk dan menjaga kebersihan lingkungan.
“Kami juga mengajak masyarakat untuk segera memeriksakan diri jika mengalami gejala TBC seperti batuk berkepanjangan, penurunan berat badan tanpa sebab jelas, berkeringat di malam hari, dan mudah lelah. Jangan takut berobat karena TBC bisa disembuhkan jika ditangani dengan benar,” imbaunya.